Rabu, 24 April 2013

Our Field of Dreams


Mungkin beberapa dari kalian merasa familiar dengan judul yang tertera di atas, beberapa mungkin tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang judul di atas. Our field of dreams adalah manga Jepang hasil karya Kenichi Muraeda yang menurut saya pribadi adalah salah satu manga sepakbola terbaik. Mengapa demikian? Cerita yang jelas dan tidak terlalu dibuat buat seperti Captain Tsubasa, serta inti dari cerita perjuangan seorang anak yang hidup untuk meneruskan impian sang ayah untuk membawa Jepang naik ke pentas tertinggi dunia sepakbola,FIFA World Cup.Jika ada beberapa dari kalian yang sudah membaca serial manga ini, mungkin anda akan sepikiran dengan saya. Melihat bagaimana Jepang yang masih terbelakang dalam urusan sepakbola, tetapi pada tahun 1988 mereka berinisiatif untuk memiliki liga professional mereka sendiri, J-League, dan hanya “tragedi Doha” lah yang menghalangi mereka untuk tampil pertama kalinya di ajang FIFA World Cup 1994. Sebuah inspirasi akan mimpi yang menjadi kenyataan.Setelah melihat tragis nya kenyataan di Doha, dan melihat kenyataan bahwa pada tahun 2002 Jepang akan menjadi penyelenggara World Cup 2002 bersama Korea Selatan, maka lolos ke putaran final World Cup 1998 di Prancis adalah sebuah keharusan. Harga mati bagi Jepang. Jika mereka gagal di tahun 1998, siapa yang akan merasa bangga jika mereka akhirnya sukses tampil di World Cup untuk pertama kalinya hanya berdasarkan kekuatan uang sebagai tuan rumah pada tahun 2002? Jepang akan di cap sebagai Negara yang hanya mengandalkan uang.Melihat bagaimana Muraeda menggambarkan kisah ini begitu dramatis meski tidak semuanya berdasar cerita nyata, membuat saya begitu bergairah untuk menasbihkan manga ini sebagai manga sepakbola terbaik. Melihat bagaimana akhirnya Jepang berhasil lolos setelah menaklukan Arab Saudi secara dramatis.membuat saya seakan ikut merasa bahagia meski itu semua hanya cerita dalam sebuah manga.Bukan sebuah kebetulan juga saya rasa saat Muraeda menamai sang pemeran utama “Kazuya Takasugi” mirip dengan nama legenda hidup Jepang yang membawa nama Jepang mendunia “Kazu Miura”. Itulah mengapa nomor punggung 22 milik Kazuya Takasugi dalam manga ini membuat saya tidak berpikir 2x untuk memilih no 22 sebagai nomor jersey futsal di punggung ini. Jerih payah yang diberikannya yang mengorbankan banyak hal demi Negara tercinta mampu membuat Jepang naik ke level dunia.
Jepang di dunia asli pun lantas tidak pernah absen dari pentas empat tahunan ini semenjak lolos pertama kalinya tahun 1998. Mereka lolos otomatis tahun 2002, maju ke 16 besar pada tahun 2002, 2006, dan hanya kalah adu penalty melawanParaguaypada tahun 2010. Mereka pun merupakan salah satu kekuatan terbaik yang dimilikiAsiasaat ini.Hal lain yang membuat saya semakin berpikir adalah adegan dimana seluruh rakyat Jepang terlena akan kelolosan mereka ke Perancis dan mereka sudah “cukup puas” akan hal tersebut. Tidak ada lagi spirit yang tersisa untuk melangkah lebih jauh karena kesuksesan lolos untuk pertama kalinya. Tetapi ternyata saat semua orang termasuk para media terlena akan hal tersebut, para pemain tim nasional Jepang mempunyai pandangan yang berbeda. Mereka bahkan melakukan latihan super intensif sampai rela mengungsikan sang pemain kunci ke Perancis sebelum Piala dunia dimulai. Bayangkan saja,Indonesiayang “cepat puas” saat mereka hanya berhasil menjadi runner up di Piala AFF 2010 san Sea Games 2011. Cukup menyedihkan melihat bangsa ini diekspos media terlalu dalam dan akhirnya kalah oleh tekanan. Sungguh berbanding terbalik dengan kisah yang saya baca.Melihat Kazu Miura, Shinji Ono, Shunsuke Nakamura, Hideyeoshi Nakata, Keisuke Honda, Shinji Kagawa, dan Makoto Hasebe membuat saya iri. MengapaIndonesiatidak bisa meraih angan seperti mereka? Menjadi juara di Asia Tenggara saja tim Garuda terseok – seok. Apalagi untuk tampil di pentas World Cup?Apalagi untuk para pemain kita bermain di liga Eropa? Oh, andai saja ada lagi banyak sosok seperti Bambang Pamungkas yang mirip dengan Kensuke Ibu dalam manga tadi. Sosok yang rela untuk membayar mahal dan bersimbah keringat serta air mata demi meraih impian bangsa mereka.Sesaat setelah saya membaca habis manga ini 3 tahun silam, saya hanya memiliki 2 perasaan saat itu juga. Perasaan sedih bercampur bahagia karena telah menyelesaikan sebuah hasil karya luar biasa, dan perasaan iri akan Jepang yang mampu meraih mimpi mereka. Tetapi sesaat saja perasaan itu bercampur dengan secercah harapan, harapan akanIndonesiadan para pejuangnya untuk mencapai lapangan impian kami semua, pentas Piala Dunia.Berharap dan berdoa saja itu akan terwujud 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun lagi, saya tidak tahu. Tetapi yang pasti lapangan impian itu bukan hanya mimpi milik tim nasional, bukan hanya milik segelintir rakyatIndonesia, tetapi impian bagi seluruh insan yang mencintai bangsaIndonesia.Yes, its true, its Our Field of Dreams.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar